Monday, 29 December 2014

Ketika Agama Hanya Jadi Komoditas


tinggal selama dua tahun lebih di Jogja tidak hanya membuat saya terbiasa dengan masakan manis, tapi juga akhwat-akhwat bergamis. ehm, serius. di daerah asal saya di jawa timur, wanita bergamis dan berjilbab lebar itu dianggap fanatik dan kuno. jadi sesungguhnya jaringan islam liberal sudah berkembang di sana, walaupun mereka tidak pernah syiar ke sana.
alhamdulillah, di jogja saya mendapatkan lingkungan yang baik, dengan orang-orang baik dan pemikiran-pemikiran baik pula. di jogja, setiap adzan, orang-orang berbondong-bondong ke masjid, bahkan rebutan untuk shaf pertama. berbeda sekali dengan kampung saya tercinta ini, di mana masjid hanya rame di kala waktu jumatan. di waktu subuh, masih pada tidur, jamaah paling mentok lima orang. waktu dhuhur, malah tidak ada yang jamaah, pada (sok) sibuk kerja. waktu ashar, paling muadzin dan satu imam, parahnya bisa muadzin merangkap imam, tapi tanpa ma'mum. maghrib dan isya kira-kira mirip subuh, paling mentok lima orang, atau lumayan rame lah isya nya kalau bulan puasa, lima hari pertama saja tapi. sudah cukup cerita masjidnya.
nah kemarin siang, ada yang berbeda dari masjid kampung kami itu. ada acara khataman yang membuat saya cukup penasaran dan bertanya kepada ibu saya.
"bu, itu acara apa? kok tumben ada khataman."
"oh, itu khataman rutin le. orang-orang yang mau nitip doa, bayar ke masjid. kalau ada kerabatnya yang meninggal nanti didoakan."
what the hell! pembodohan macam apa ini. bukankah ritual semacam ini sama saja dengan ritual penebusan dosa kawan-kawan dari lapak sebelah? bukankah ini sama saja mengungkapkan, yang kaya yang masuk surga, yang gak sanggup bayar, gak didoain, gak masuk surga.
kan kata alm. KH. Ahmad Dahlan doa itu dibaca sendiri saja cukup, tak perlu ngadain acara besar-besaran. apa susahnya berdoa habis shalat, tinggal doakan saja si fulan bin fulan bin fulan diampuni dosa-dosanya, dihindarkan dari siksa kubur, tidak perlu sampai membayar orang-orang masjid untuk mendoakan kerabatnya itu. lagipula menurut saya, acara khataman plus kirim-kirim doa semacam itu kan tidak ada tuntunannya, justru jadi tradisi pulak.
nah, parahnya lagi, di saat selesai acara khataman itu, justru tidak langsung adzan dhuhur, tapi pulang sendiri-sendiri. keren banget gak sih? yang wajib ditinggalkan, dan yang gak jelas tuntunannya malah pada getol. padahal, semua ibadah kan pada hakekatnya haram. iya haram, jadi pertanyaan "memang ada larangannya? perbuatan baik kok dilarang." untuk masalah ibadah adalah salah. tapi yang lebih tepat adalah "memangnya ada perintahnya?" karena kita tidak boleh kreatif dalam hal ibadah. tidak boleh membuat-buat ibadah sendiri, seperti "ritual penebusan dosa" itu misalnya. loh, ibadah kok haram? penjelasannya di sini.
lagipula, disebutkan pula dalam surah al-Baqarah ayat 41 yang artinya  "Janganlah kalian menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit." (penjelasannya di sini)
yaah, begitulah. di saat agama hanya jadi sebatas komoditas.
Allahu'alam.



2 comments:

  1. hahaha, kalimat terakhir gak asing tuh, titisan babeh jumat pagi. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. karena kita berasal dari akar yang sama, dan guru yang sama :)

      Delete