Pages

Monday, 6 June 2016

Keracunan Agama

sumur
ayah saya adalah seorang santri. pernah mondok selama sepuluh tahun di Jombang. beliau selalu semangat kalau bercerita bagaimana masa-masa mondoknya dulu. dari bagaimana beliau berebut nasi yang baru masak dari kuali, dengan lauk yang cuma sayuran (red : dedaunan) yang direbus dengan bumbu hanya garam, hingga bagaimana rasanya tidur berdesak-desakan dalam satu kamar kecil berukuran 3 m x 3 m.
lalu bagaimana dengan anaknya, terutama saya? saya sangat berbeda dengan ayah. selama sd hingga sma, tak pernah sehari pun menginjakkan kaki di pesantren. terpikir pun tidak. hanya ketika sd, saya disekolahkan di madrasah ibtidaiyah (atau disingkat MI, ya setingkat sd lah. kalau smp kan padanannya MTs). selepas itu, ya sudah.
saya baru melaksanakan shalat dengan "tertib" di kelas empat. waktu itu, sejak kelas tiga, ayah saya mendatangkan guru ngaji ke rumah. yah, semacam ngaji privat gitu lah. guru ngaji privat itu tidak lain dan tidak bukan adalah guru saya di sekolah juga. guru ngaji privat saya mengajari baaanyak hal. tapi yang paling ditekankan adalah shalat, dan bacaan al-quran. awalnya, ketika saya baru bisa shalat di tengah-tengah kelas tiga, saya belum tertib shalatnya. saya cuma shalat kalau ada sang guru. sehingga setiap hari, setiap pertemuan ngaji kami, beliau selalu menakut-nakuti saya dengan dosa dan siksanya orang yang tidak menjalankan shalat. bagaimana mereka memukulkan palu ke kepalanya sendiri. saya pun takut. waktu itu. eh besoknya gak shalat lagi. hehehe
tapi lama kelamaan akhirnya saya mengerti juga. shalat itu kewajiban. bagaimana pun harus dikerjakan. dan akhirnya, saya pun tertib dalam melaksanakan shalat lima waktu. tetapi, masih dalam tataran "menggugurkan kewajiban" alias asal dikerjakan saja, tidak peduli jamaah, tidak peduli awal waktu.
sampai suatu ketika di waktu smp. ayah saya melakukan "deal-deal-an" dengan guru bimbingan konseling. suatu hari saya dipanggil ke ruang BK.
"Anas ya?"
"iya pak. gimana pak?"
"kamu masih ngaji?"
"sudah ndak pak."
"mentang-mentang sudah smp gak ngaji lagi kamu? kamu shalat ndak?"
"iya pak, shalat."
"shalatnya jamaah atau sendiri?"
"sendiri pak."
dan beliau pun menceramahi saya panjang lebar. sejak saat itu, saya selalu mengusahakan untuk shalat berjamaah. di rumah, dengan ayah, ibu, dan saudari-saudari saya. begitulah yang terjadi hingga lulus sma. saya hanya shalat di rumah. saya tidak tahu, atau belum tahu betapa banyak keutamaan dan betapa nikmatnya shalat jamaah di masjid.
tapi Tuhan begitu mencintai hamba-hamba-Nya. saya tidak tahu entah bagaimana hingga suatu ketika di waktu memilih kos-kosan untuk saya kuliah di Jogja, saya kepikiran tinggal di asrama saja -kalau tidak bisa dikatakan pondok. asrama itu terletak dekat dengan stadion PSS Sleman atau orang biasa menyebutnya stadion Maguwo. pas perbatasan antara kecamatan depok dengan ngemplak. ia bernama Daaru Hiraa (DH), dan kami (atau mungkin saya) sering menyebutnya deha.
saya mendapatkan baaaaaaanyak sekali pelajaran di sini. tak hanya tentang agama, tapi juga bagaimana hidup dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, bagaimana bermasyarakat (deha adalah masyarakat mini bagi saya), bagaimana bertanggung jawab terhadap komunitas (contoh paling sederhana, ya jadwal piket), bagaimana berceramah dan ngimami shalat, dan sebagainya.
di jogja, khususnya deha, saya baru tahu bahwa islam itu sangat luas. jauh lebih luas daripada yang saya pahami sebelum saya di jogja. saya baru tahu ada jamaah anu, perkumpulan anu, harokah anu, dan sebagainya.
di sini pula, untuk pertama kalinya saya mengenal "liqo". ialah ngaji yang tidak sekadar ngaji. tetapi di sana terdapat pula pengkaderan, pembinaan (mentoring) dan konseling. teorinya sih seperti itu ya, praktiknya... yaaa, rahasia perusahaan.
dan di deha pulalah, saya baru menyadari pentingnya shalat jamaah... di masjid. hampir lima kali dalam sehari saya shalat dengan berjamaah di masjid. memang berat di awalnya, namun lama kelamaan. saya merasakan, "well, this is Islam."
di tingkat kedua saya kuliah, saya mulai terpengaruh dengan islam yang nganu. islam yang 'agak' strict alias kaku. sedikit-sedikit haram, sedikit-sedikit neraka, sedikit-sedikit sesat. apapun saya telan bulat-bulat kala itu. ketika ada artikel di internet yang mengatakan syaikh anu mengharamkan anu. saya taati. ketika syaikh lain mengatakan bumi adalah pusat alam semesta dan teori heliosentris adalah salah karena merupakan teori dari orang kafir, saya pun dengan gobloknya menelan ucapan syaikh itu tanpa mencari-cari tahu jawabannya. dan itu berlanjut hingga saya di tingkat ketiga. kalau ada istilah bigot, maka saya adalah mbahnya bigot di kala itu. akal sehat dan sains saya kesampingkan dulu, asalkan ada syaikh anu yang diberitakan di blog anu yang berfatwa. bahkan saya menolak perintah ibu saya sendiri untuk memangkas jenggot dengan alasan "this is sunnah, mom!"
sampai suatu ketika, saya merasa "tercerahkan" dengan satu pemikiran baru. satu pemikiran yang sebelumnya saya anggap sebagai bahaya laten yang wajib dihindari. tersebutlah ia "islam liberal". hey! kamu sekarang liberal ya? tidak juga. saya hanya terpengaruh, atau lebih tepatnya terilhami dari pemikiran liberal. banyak orang yang tidak setuju bahkan takut dan paranoid dengan pemikiran yang diusung oleh mas ulil dkk ini dikarenakan mereka tidak tahu. mereka hanya mendengar dari fulan bahwa liberal itu begini, liberal itu begitu. mereka tidak menggali sendiri dari dalam, dari segi islam liberal itu sendiri.
dan, dengan saya mengatakan saya kagum dengan pemikiran mas ulil bukan berarti saya "mengimani" setiap ucapan mas ulil dkk loh ya. saya masih tetap liqo, saya masih sembahyang, saya puasa, saya juga masih tetap jumatan, dan tetap bersemangat untuk berebut shaf terdepan. tapi saya lebih kritis. tidak langsung membenarkan suatu hal mentang-mentang perkataan syaikh.
dulu, saya percaya bahwa tindihan ketika tidur adalah ulah dedemit. sekarang? saya percaya bahwa itu hanya fenomena medis biasa. dulu, saya takut setengah mati kalau harus berjalan malam-malam sendirian di ruangan gelap. saya takut hantu. sekarang? yaelah, hantu itu gak ada bro! cuma imajinasi kita yang berlebihan. jin itu ada, saya percaya. malaikat, saya percaya juga. kalau hantu? yaelah, abad dua puluh satu ada yang lebih menakutkan daripada hantu, yaitu ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. ehm.
dulu, saya menganggap teori abiogenesis dan teori darwin itu sesat. cacat pikir. tidak sesuai dengan ajaran agama. sekarang, saya pikir, suatu saat akan ada ulama atau pemikir muslim yang membenarkan teori-teori itu. seperti dulu orang islam masih menganggap bumi ini datar sebab dalil mengatakan demikian, sampai ada ulama mengatakan tafsiran yang lain.
sudahlah, saya mulai mengantuk.
yang jelas, ketika agama mulai meracuni kehidupan anda, ada satu penawar paling dahsyat yang bernama pikiran kritis atau istilah kerennya critical thinking. dan dengan berpikir secara kritis itulah, anda akan dapati iman yang sebenarnya, yang tidak sekadar "pokoke ngene" alias dogmatis.

Jakarta, 6 Juni 2016 | 2 Ramadhan 1437
ada sedikit curahan hati. kemarin, waktu teraweh pertama sendal swallow saya yang baru berumur dua minggu tertukar dengan swallow buluk. ya Allah, begitu kejamkah ibukota :D



6 comments: