Pages

Wednesday, 21 March 2018

Bermalam di Masjid Salman ITB

seperti biasa, foto yang sama sekali tidak berhubungan dengan tulisan yang dimuat
kemarin, 20 maret 2018, saya dan seorang teman bermalam di masjid salman ITB, karena ada suatu perlu di keesokan harinya di gedung CRCS ITB. daripada harus berangkat pagi-pagi sekali (dan belum tentu juga terkejar waktunya) saya pun memutuskan bermalam saja di sana. toh boleh, kata orang-orang di internet (dan beberapa teman yang memang pernah bermalam di sana).
saya tiba di terminal bandung pada pukul 10 malam. terminal masih sangat ramai. ya lah, namanya juga terminal. lalu saya pesan uber (motor tentu saja, namanya juga pergi sendiri) menuju masjid salman ITB. 11 ribu untuk sekali perjalanan. dan dalam waktu 30 menit saya pun sampai.
jam segitu, para penjual makanan yang ada di trotoar depan masjid sudah pada tutup. suasana pun sepi. sepi mampring kalau istilah jawanya. tapi saya masuk saja ke masjidnya. ruang utama untuk ibadah ada di lantai 2, lantai 1 khusus untuk wudhu dan meletakkan sepatu. dan sesuai dengan yang saya baca dari blog orang-orang, ternyata masjidnya memang masih buka. lalu saya hubungi teman, "penjual-penjual makanan sudah pada tutup. bungkusin dong."
saya berdiam diri sebentar di serambi luar, sambil membaca madilog karangan tan malaka. beberapa orang tampak mengerjakan sholat. ada pula yang tidur di dalam (catat, di dalam lho, bukan di serambi luar), ada pula yang sibuk dengan laptopnya tampaknya sih mengerjakan tugas kuliah. kira-kira setengah jam saya membaca madilog, kemudian teman saya mengirim WA. "ku tunggu di luar. tak bungkusin ayam goreng." katanya
waktu menunjukkan pukul 11 malam. di batas pelepasan alas kaki (batas suci), teman saya telah menunggu. sekadar informasi saja bagi kalian yang mungkin belum tahu. di area ini masjid salman juga menyediakan teh dan kopi lho, dan tentu saja semuanya gratis. saya makan di sekitar situ. ada kursi-kursi pendek yang diletakkan di sana. dan percaya atau tidak, masih ada beberapa gerombolan mahasiswa yang luput dari pandangan saya tadi ketika barusan datang ke masjid, nampaknya juga belajar bareng. sungguh budaya belajar yang luar biasa ya. oh iya, di area masjid pun ada wifi "bandung juara" yang pastinya gratis (hanya perlu sign in pakai fb atau twitter).
selesai makan, kami naik lagi ke selasar utama. tidur? ya kali coy, baru makan langsung tidur. saya sih browsing-browsing sebentar di hp sedangkan madilog sudah berpindah tangan ke teman saya. suasananya sunyi sekali di dalam ruang utama. lantainya berlapis balok-balok kayu kecil yang disusun sedemikian rupa, sehingga tidak menjadi dingin meskipun tanpa karpet.
pukul 12 malam lewat sekian, saya pun mengantuk. ada bapak-bapak yang memperingatkan "hati-hati barang bawaan, jangan sampai hilang. dijaga barang bawaannya masing-masing."
dan saya pun tertidur.
di masjid lain? hahaha jangan harap bisa bermalam, apalagi tidur di dalam ruangan utama. baru munyuk-munyuk saja sudah dicurigai. gerbang utama dikunci rapat-rapat. saya tidak akan membandingkan dengan masjid jaman rasulullah karena memang saya belum lahir di waktu itu, tapi setidaknya masjid salman ITB berbeda (sekali) dengan masjid di kota-kota besar pada umumnya. kenapa tak semua masjid seperti itu.

ditulis di karawang
kayobi,20182703 


1 comment:

  1. Subhanallah bermanfaat sekali tulisannya. Kebetulan sy akan menjadi musafir dan mau berobat pagi2 di RSHS

    ReplyDelete