Sunday, 24 June 2018

Tidak Usah Buru-buru Menikah


disclaimer : tulisan ini dibuat oleh orang yang belum menikah, bahkan calon pun nampaknya belum ada. jadi bagi anda-anda yang sudah kemrungsung, jangan ditelan mentah-mentah apa yang tertulis di sini. 
bisa jadi pula, apa yang diyakininya sekarang tentang pernikahan akan berbeda setelah dia sendiri mengalaminya kelak. じゃあ~

menginjak usia 20an biasanya orang-orang sudah kepikiran untuk menikah (eh ada juga yang kurang dari itu sih). ya wajar saja. dalam budaya kita, menikah adalah sebuah achievement dalam hidup,  apalagi dalam budaya jawa. misalnya anda telah menyelesaikan studi S3 dalam bidang fisika kuantum dan memenangkan Nobel Prize, tetapi kalau belum menikah, anda bakal tetap dianggap belum jadi 'orang' yang sepenuhnya atau urung dadi wong dalam istilah jawanya.
selain itu, seks merupakan hal yang tabu dalam budaya kita. hubungan badan antara laki-laki dan perempuan hanya boleh dilakukan setelah melalui pernikahan yang sah, secara agama maupun secara konstitusi (hukum negara). arah pembicaraan ini adalah, kalau kamu sudah pingin gituan tapi gak  pingin kena nyinyiran dan gak pingin dosa, ya menikahlah. tapi, tentu saja ada beberapa pengecualian, misalnya anak-anak sma yang sudah kemrungsung dan jajal duluan sampai kebablasan (jadi bayi). ya rasain, salahmu dhewek. untungnya selama sma tidak ada yang mau sama saya, jadi aman wkwkwkwkk (kok ya selalu disisipi surhat, sad sekali).
nah dalam pernikahan, lantas ada sebuah klausa yang sering diucapkan oleh mereka yang sudah melaksanakannya. "nyesel saya, kenapa gak dari dulu aja." tetapi namanya dunia kan gak selalu putih, mesti ada hitamnya. dan versi hitam dari pernyataan tersebut adalah "nyesel saya, kenapa mesti buru-buru. kok gak nanti-nanti dulu." kedua pernyataan tersebut, meskipun sama-sama menyatakan penyesalan, tetapi jelas yang pertama menunjukkan kesan positif, dan yang lainnya mengindikasikan nuansa negatif. kalaupun saya dipaksa memilih, saya bakal pilih penyesalan jenis yang pertama, dan amit-amit jangan sampai kena yang kedua.
menurut hemat saya (yang tidak terlalu hemat ini), ada beberapa hal sehingga jangan sampai kita-kita yang belum menikah ini nantinya akan menyesal setelahnya dengan penyesalan jenis yang kedua itu.

1. pastikan kamu benar-benar siap (fisik, mental, finansial, dll)
pernikahan bukan cuma masalah 'gituan', punya anak, dan happy-happy tiap hari. itu kan yang kamu pahami selama ini. bayangkan ya, kamu bakal menikah dengan seseorang yang juga punya otak, perasaan, dan keluarga besar, seperti halnya dirimu. dia bukan robot yang bisa dan bakal menuruti semua maumu. dia pun punya free-will-nya sendiri. katakanlah, kamu hobi ngoleksi mainan atau action figure yang harganya bisa sampai jutaan. di sisi lain, dia juga butuh beli make up yang harganya bisa jutaan rupiah. dia anggap mainanmu gak penting, begitupun kamu barangkali menganggap make up-nya yang jutaan itu terlalu mahal 'hanya' untuk ukuran make up saja. lalu gelutlah kalian. modyar. siapa suruh buru-buru menikah.

2. pernikahan bukanlah jalan menuju kebahagiaan
eit eit eit, jangan marah dulu lah. kayak pendemo ahok aja belum paham konteks sudah main penjarakan penjarakan (lha kok malah nyambung ke situ). 
ada orang bijak yang bilang, jangan kamu menikah untuk meraih kebahagiaan, tetapi kamu harus sudah bahagia dulu terhadap dirimu sendiri untuk bisa membahagiakan pasanganmu kelak. it is not only about demanding, but also providing happiness. sebab kalau sejak awal persepsimu tentang pernikahan adalah bahwa menikah membuatmu bahagia, barangkali kamu akan kecewa dengan realitas yang ada setelahnya.
jauhkan dulu imaji bahwa pernikahan itu seperti di dongeng-dongeng. ketika sang pangeran dari negeri nan jauh menyelamatkan rapunzel dari menara penyihir dengan memanjat menara melalui rambut panjang rapunzel, lalu mereka menikah dan bahagia selama-lamanya. mbelgedhes poll.
saya sudah menyaksikan sendiri (dari pernikahan kakak saya). pernikahan itu tidak selamanya berisikan bulan-bulan madu, tetapi juga bulan-bulan racun. selain pasanganmu yang kamu nikahi itu, akan ada juga juga punya orang tuanya (mertuamu) yang tidak setiap waktu bakal cocok denganmu. kadang ya gontokan juga. sehingga, di suatu saat setelah kamu menikah, selain "demanding happiness" kamu harus bersiap untuk "providing happiness" dengan mengalahkan egomu sendiri demi kebahagiaan bersama. apakah kamu sudah siap?

3. pahamilah bahwa kamu akan tinggal bersamanya, selama-lamanya!
setelah kamu menikah nanti, kamu akan tidur bersamanya selamanya. setiap malam dia akan tidur di sampingmu (perlu digaris-bawahi ya, setiap malam) sampai kamu atau dia yang mati duluan, dan kamu tidak bisa (serta tidak boleh) bosan. kalau kamu bosan dengannya, tidak bisa seenaknya kamu 'putuskan' dan cari yang lain, seperti halnya ketika kamu bosan dengan pacar-pacarmu sebelum ini. bisa-bisa kamu didemo sekeluarga besar, atau lebih parahnya dua keluarga besar -keluarga besarnya dan keluarga besarmu-.
lalu pikirkan pula, setelah melahirkan anak pertamanya, istrimu pasti tak akan secantik pertama kali kamu jatuh cinta kepadanya (sehingga membuat kamu berniat menikahinya). kalau tidak mendapat perawatan yang betul-betul, badannya akan tambah melar, dan parasnya juga tidak akan secantik dulu. gimana mas? sudah siap dengan hal-hal semacam ini?

4. anak yang tantrum...
suppose you are a newly wed couple. baru tiga tahun menikah dan anak pertamamu sudah berusia dua tahun lebih. dia tidak bisa diam. tiap hari kerjanya berlarian kesana-kemari dan tertawa (lah). kalau keinginannya tidak terpenuhi, dia bakal menangis kencang sekali hingga memekakkan telinga. belum lagi urusan ganti popok, yang selain disgusting juga menguras kantong. belum lagi uang tuk beli susunya, belum lagi uang tuk mainannya, beli kinderjoy, dan sebagainya...
belum juga selesai dengan hal-hal semacam itu, hampir setiap malam dia menangis. sehingga, selama beberapa bulan terakhir sejak kelahiran anakmu kamu tidak pernah tidur malam dengan pulas. padahal keesokan harinya, pagi hingga sore hari kamu harus bekerja menghidupi anak dan istrimu. gimana mas? ternyata punya anak gak seindah yang kamu bayangkan, bukan?

5. bagaimana dengan cita-citamu sejak sma dulu...
saya tidak serta merta menyatakan bahwa pernikahan akan menghambatmu dalam meraih cita-cita. tergantung orangnya juga. lagipula belum ada juga yang mau menikah sama saya (lah). tetapi sekarang bayangkan, setelah kamu menikah, waktu, tenaga, dan uangmu tidak bisa kamu habiskan sendiri.
perhatianmu terbagi selain untuk kepentinganmu sendiri juga harus kamu curahkan tuk keluargamu, tuk anak istrimu. waktu yang seharusnya bisa kamu habiskan tuk kepentinganmu sendiri, entah untuk belajar, untuk nongkrong dengan teman-temanmu, juga harus kamu bagi dengan keluargamu. uang yang seharusnya bisa kamu habiskan sendiri, mau tidak mau harus kamu limpahkan sih ke anak istri.
dengan demikian, apa kamu yakin bahwa cita-citamu sejak sma itu bisa tercapai, atau setidaknya, bisa tercapai secepat kalau kamu belum menikah?

dan masih banyak alasan-alasan lain yang bisa jadi "pembenaran" untuk menunda pernikahan. itu poin-poin dari saya. silakan juga kamu tambahkan sendiri. silakan pula kamu simpulkan bahwa saya takut untuk menikah dan sebagainya. tapi yang jelas, saya belum ingin menikah sampai saya benar-benar siap dengan segala resikonya. selain itu, wong yang mau saya nikahi juga sebenarnya belum ada. nanti, kalau saya sudah menikah (dan sekiranya masih ingat), akan saya counter sendiri tulisan ini.

salam

sekitar km 567 ruas tol solo - kertosono, 24 juni 2018
jangan lupa bahagia, dan bagikan kebahagiaan untuk sesama




No comments:

Post a Comment