Pages

Wednesday, 22 January 2020

Menderita Bersama MULTATULI di Dunia Max Havelaar

"kisah yang membunuh kolonialisme." begitu pesan pramoedya ananta toer yang tertulis di halaman sampulnya. max havelaar adalah cerita mengenai ketidakadilan di  hindia belanda (khususnya di daerah lebak, banten) selama kurun waktu pertengahan abad ke sembilan belas. max havelaar ditulis oleh multatuli, nama pena eduard douwess dekker (yang berasal dari bahasa latin multa tulÄ«, yang berarti "aku telah banyak menderita"). kisah ini dituliskan dengan teknik multi-layer yang akan membuat pembaca bingung, namun pesan yang disampaikannya begitu tajam dan menusuk pemerintah kolonial mengenai apa yang terjadi di tanah jajahannya ribuan kilometer di seberang benua yang berlainan. buku ini awalnya ditulis dalam bahasa belanda namun telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. hingga hari ini max havelaar menjadi buku bacaan wajib bagi siswa sekolah di belanda. bahkan telah dibuat museum multatuli di amsterdam (dan di rangkasbitung).

***

cerita dibuka dengan narasi seorang makelar kopi bernama batavus droogstoppel yang mengklaim dirinya sebagai seorang kristen yang taat dan karena ketaatannya, Tuhan menganugerahi kesuksesan di bisnis kopinya. droogstoppel memiliki standar moral yang begitu berbeda dengan orang lain dan berkali-kali dia sebutkan bahwa dirinya tidak menyukai karya sastra karena tulisan-tulisan sastra itu menurutnya tidak masuk akal. droogstoppel, makelar kopi, hanya percaya dengan hal-hal yang faktual dan, terutama, yang menguntungkan bisnis kopinya.

suatu ketika, droogstoppel secara tak sengaja bertemu kembali dengan temannya semasa kecil max haveelar yang secara tak sengaja diberinya kartu namanya karena pangling. havelaar olehnya disebut sjaalman karena pria aneh itu bukannya memakai mantel di musim dingin tapi justru hanya memakai syal. sjaalman pernah berjasa  di suatu hari di masa lalu kehidupan droogstoppel ketika mereka berurusan dengan anak-anak jerman yang nakal (bully). hari itu di pertemuan yang tak direncanakan, havelaar berusaha meminta bantuan kepada droogstoppel akan rencananya menerbitkan sebuah buku yang telah ditulisnya. tapi tentu saja tuan droogstoppel tidak bersedia karena pertama sjaalman adalah orang aneh yang memakai syal di musim dingin, dia begitu lusuh, dan kedua karena dia tidak percaya pada hal-hal semacam itu.

hari selanjutnya, telah datang paket dari sjaalman. paket yang berisi tumpukan tulisan dan surat-surat. droogstoppel baru ingat telah memberikan kartu namanya kepada havelaar. awalnya dia ingin membuangnya sampai suatu ketika, dia menemukan satu lembar tulisan yang menarik baginya, mengenai data produksi kopi di hindia belanda. dia pun mengorek-ngorek kembali paket itu dengan harapan mendapatkan lebih banyak tulisan serupa. singkat cerita, tuan droogstoppel menyuruh stern untuk menyusun tumpukan tulisan dalam paketnya menjadi sebuah tulisan yang runut dan utuh sehingga pada bab ke-5 seterusnya, sudut pandang orang pertama droogstoppel menjadi sudut pandang orang ketiga, yang disusun oleh stern.

max havelaar tinggal bertiga bersama istrinya tine dan anaknya yang memiliki nama depan sama dengannya. havelaar pernah ditugaskan di maluku, natal, dan terakhir harus dipindah ke lebak dengan posisi yang sama, pengawas residen. havelaar selalu dipindah-pindahkan karena kejujurannya. havelaar menyoroti betapa tega para pejabat pribumi baik bupati maupun residen memeras rakyatnya sendiri, orang-orang yang seharusnya mereka ayomi. karena integritasnya terhadap tugas yang diterimanya, max havelaar hidup dalam keadaan pas-pasan dan banyak hutang. dia tidak ingin memanfaatkan posisinya yang tinggi itu demi kekayaan pribadi, justru dia gunakan untuk membantu orang-orang bumiputera yang ditindas.

di sisi lain para bupati merasa perlu untuk selalu tampak sejahtera walau hanya dengan gaji yang secukupnya dari pemerintah kolonial. mereka lantas menggunakan kekuasaan mereka secara tidak etis. mereka menggunakan tenaga dari rakyat mereka secara cuma-cuma untuk menggarap sawah-sawah mereka (yang mereka bilang, "sudah kebiasaan." padahal di sisi lain rakyat mereka tersiksa). para bupati juga tak segan merampas hewan-hewan ternak warga seperti kerbau untuk keperluan pribadi mereka jika akan menjamu tamu penting atau hal-hal semacamnya. jadi, secara teknis yang memeras keringat dan darah rakyat bumiputera hindia belanda bukan semata-mata orang belanda, tapi juga para feodal bumiputera sendiri. suatu sistem yang ikut dilestarikan pula oleh belanda karena jumlah mereka sedikit sekali pada masa itu, hanya ada sepuluh ribuan orang belanda yang memimpin (atau lebih tepatnya mengeksploitasi) rakyat bumiputera yang jumlahnya mencapai 60 juta jiwa.

di lebak, keluarga havelaar bertetangga dengan madam slotering yang seorang janda. madam slotering ialah seorang bumiputera yang hanya bisa berbahasa melayu. di mata havelaar, madam slotering adalah seorang yang pendiam dan takut dengan orang lain. ia tak pernah mau bergabung jika havelaar mengundang ke rumahnya untuk makan atau sekadar minum teh bersama. madam slotering selalu berteriak histeris ketika melihat bayangan atau orang asing yang memang sering sekali mengunjungi rumah havelaar lewat pintu belakang, orang-orang yang ingin mengadu kepada havelaar mengenai kesewenang-wenangan bupati dan jajarannya. ada apa dengan madam slotering? baca bukunya.

havelaar sering menulis surat kepada residen mengenai keresahannya sebagai asisten residen lebak, tapi bukannya dibantu, malah havelaar dimarahi oleh residen. surat-surat havelaar berisi mengenai pemerintahan lebak yang korup, tentang kesewenang-wenangan bupati lebak dan jajarannya, tentang bagaimana tidak adilnya para pejabat belanda yang seharusnya mengayomi rakyat dan bukan malah memerasnya, dan tentang berbagai hal.
"apa kau tidak berpikir dulu sebelum mengirim surat ini?" kata residen.
residen terbiasa menerima surat berisi kabar-kabar baik, hasil panen yang melimpah, rakyat yang bahagia, 'kedamaian yang tetap damai', serta kata-kata surgawi lainnya. ketika pada akhirnya ditunjukkan dengan kebenaran yang pahit oleh havelaar, bukannya introspeksi, dia malah mengelak dan memarahinya.

hal itu tidak menghentikan havelaar untuk terus menulis surat mengenai ketidakadilan di lebak. hingga suatu ketika, havelaar mendapat surat pemberhentian dari gubernur jenderal di buitenzorg. dia tidak bersedih semata-mata karena pemberhentian tersebut, namun lagi-lagi dia memikirkan bumiputera lebak dan bagaimana nasibnya kelak jika dia harus meninggalkan kabupaten itu dan kembali ke negeri belanda. sebagai usaha terakhirnya untuk membantu orang-orang lebak keluar dari kesewenangan, dia menulis surat kepada gubernur jenderal.
"mohon beri saya waktu untuk berbicara dengan gubernur jenderal. saya ingin menyampaikan kesengsaraan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh rakyat jajahan."
tinggal menunggu hari sampai gubernur jenderal hindia belanda selesai masa jabatannya dan harus kembali ke belanda. havelaar menunggu di luar istana buitenzorg hari demi hari. tapi, sampai hari terakhir jabatan gubernur jenderal pun, havelaar tidak berkesempatan untuk berbicara.
"rakyat diperah atas namamu, wahai raja belanda." havelaar marah besar, tapi sudah tidak bisa melakukan apa-apa, hingga dia sendiri pun harus kembali ke belanda dan akan bertemu dengan drogstoopel nantinya.

***

max havelaar pertama kali diterbitkan di belanda pada 1860. cerita ini telah menggemparkan belanda  karena benar-benar menusuk secara emosional. max havelaar menjadi satire di kalangan orang-orang eropa yang mengklaim bangsa mereka sendiri beradab. betulkah kita beradab jika pada kenyataannya kelakuan kita sendiri sangat jauh dari kata tersebut. max havelaar mampu menunjukkan realitas kepada orang-orang belanda yang (mengaku) taat kepada Tuhan dan rajin ke gereja, bahwa di negeri jajahan rakyat diperlakukan secara semena-mena demi kesejahteraan mereka di belanda, dan tentu saja tindakan itu sama sekali tidak disukai Tuhan. apakah layak orang-orang di negeri jajahan itu mendapat perlakuan begitu buruknya hanya karena mereka infidel.

di dunia politik, max havelaar telah menyebabkan pro-kontra di antara para liberal dan konservatif. para liberalis menuntut pemerintah untuk berlaku lebih adil kepada rakyat di negeri jajahan, namun para konservatif justru menyangsikan kebenaran dari cerita multatuli itu, dan menganggap bahwa sudah kebiasaan saja di tanah jawa dan tanah lainnya di hindia, para bumiputera bekerja sukarela untuk para feodal. atas dasar kebiasaan. tapi pada akhirnya, makin banyak orang-orang belanda terbuka matanya bahwa kesejahteraan dan kemajuan yang mereka rasakan bisa menjadi nyata berkat kesengsaraan orang-orang di hindia. sehingga mulai 1870 sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dihapuskan dan 1900an digalakkan politik etis alias politik balas budi. orang-orang bumiputera hindia kini semakin banyak yang bisa bersekolah, bahkan beberapa yang beruntung bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di negeri belanda untuk belajar di jurusan keguruan, kedokteran, atau ilmu teknik.

kelanjutan ceritanya sudah kita tahu bersama. karena makin banyak bumiputera yang berpendidikan, maka mulai tumbuhlah kesadaran kebangsaan yang dimulai dengan dibentuknya budi utomo 1908. dengan demikian, akan sangat naif kalau kita bilang bahwa kemerdekaan hanya diraih dan diusahakan oleh para pribumi, apalagi spesifik pribumi muslim (wow, sentimen rasnya kuat sekali). nyatanya, justru semua itu di-inisiasi oleh seseorang dari kalangan penjajah sendiri. seseorang yang dengan pena dan kertasnya mampu mengubah banyak kebijakan pemerintah negaranya dan menjadi satu neutron yang pertama kali membelah inti uranium-235 yang selanjutnya menghasilkan neutron-neutron lain dalam suatu reaksi berantai hingga meledaklah bom atom bernama kemerdekaan negara yang saat ini kita kenal sebagai Indonesia.

betul-betul kisah yang membunuh kolonialisme, dan saya menyesal baru membacanya di usia seperempat abad.

surabaya, 2020/01/22



catatan kaki
bumiputera dan pribumi itu sinonim ya. tapi entah mengapa kata yang pertama terdengar lebih positif daripada yang kedua. sebagai informasi, pada masa kolonial orang belanda membagi stratifikasi sosial menjadi tiga tingkat: tingkat yang pertama adalah orang-orang eropa (kulit putih), tingkat kedua terdiri atas orang-orang keturunan china, india, dan arab, dan tingkat yang paling bawah adalah orang-orang pribumi. jadi sesungguhnya kata itu awalnya memiliki arti kelas bawah, tapi justru sekarang dipakai orang-orang fasis sebagai penanda superioritas semu mereka. oops.

No comments:

Post a Comment