Tuesday, 15 December 2020

Betapa susahnya mengajari anak kecil

gambar sama sekali tidak berhubungan dengan isi tulisan, sekadar biar ada aja.

ketika masih kuliah di sttn dulu, saya pernah menerima tawaran ngajar bahasa inggris.... untuk anak tk. awalnya saya kira mudah saja, "gitu doang palingan lah. gak sampe structure atau grammar." memang benar sih, materi yang disampaikan mudah. bahkan sangat mudah. yaitu kosakata-kosakata sehari-hari, misalnya nama-nama makanan (cheese, pizza, chocolate, dll), nama-nama minuman (tea, coffee, dll), salam-salam (good morning, good afternoon, dll), dan semacamnya. tapi ternyata, masalahnya bukanlah di tingkat kesulitan materi bahasa inggrisnya (yang boleh dibilang gitu doang), permasalahan yang sesungguhnya adalah bagaimana cara ngajarinnya :(

saya sama sekali tak ada background pendidik. kuliah di teknik karena merasa itulah "jalan hidupku" dan waktu itu kan ya masih idealis banget. masih menganggap jurusanku adalah jurusan tersusah di dunia, dan kalau sudah lulus nanti aku akan jadi penyelamat dunia dengan keilmuan ini. gitu lah ya. biasa, namanya  juga mahasiswa yang belum tahu kejamnya dunia nyata (dan belum tahu saja bahwa kuliah di jurusan lain itu juga susaaah).

nah, kembali ke job ngajarin anak tk tadi. kalau tidak salah, satu sesinya saat itu satu jam atau satu setengah jam gitu lah (lupa), dan tentu saja tk-nya juga bukan tk kaleng-kaleng, wong ada pelajaran bahasa inggrisnya. selama satu sesi pembelajaran tersebut, ya allah sang anak gak mau diam. biasa lah ya, namanya usia segitu masih masuk usia bermain, disuruh belajar sesuatu yang butuh fokus tinggi ya jelas bosen. oke, saya maklum saja waktu itu. sudah terlanjur ambil jobnya juga, tanggung jawab dong 🤣

setengah jam pertama, oke lah. si anak masih fokus. masih ngerti bahwa teh itu bahasa inggrisnya tea, dan kopi itu coffee. setengah jam selanjutnya. sudah gak mau diam. bukan lari-larian juga sih, tapi sudah tampak sekali kebosanan di raut mukanya yang menandakan enggan untuk belajar.

"mau mewarnai aja ya mas."

"ya oke. gpp."

dikeluarkanlah krayon dan set peralatan mewarnainya. satu per satu warna digoreskan ke buku bergambarnya. sisa dari sesi (yang judulnya) belajar bahasa inggris tersebut jadi dihabiskan untuk mewarnai. saya pamit pulang, sembari menegaskan kepada diri sendiri betapa susahnya kegiatan itu.

keesokan harinya, saya pasrahkan job mengajar bahasa inggris anak tk tersebut kepada seorang teman. ia mengiyakan."kayaknya seru." kata dia. "ya dicoba aja bro. bisa bertahan berapa lama." batinku. eh ternyata teman tersebut beneran bisa ngajar bahasa inggris ke bocil. berarti masalahnya di saya sih, bukan di bocilnya 😅

waktu lama berselang. saya telah lulus dari sttn. keponakanku (anak dari kakak perempuan) sudah besar dan memasuki jenjang tk juga. pernah suatu ketika, saya dipasrahi untuk mengajarinya membaca dan menulis. saya yang sejak awal sudah memiliki mental block bahwa "aku gak bisa ngajar bocil" lumayan mengalami kesulitan juga. permasalahannya sama. focus span anak-anak itu sangat pendek, gampang terdistraksi, gampang bosan. mengajari anak kecil membaca itu ternyata susahnya bukan main.

hikmah dari cerita ini... pekerjaan yang kelihatannya mudah itu ternyata tidaklah benar-benar mudah. maka, marilah kita jangan remehkan dan gampangkan pekerjaan guru-guru prasekolah karena percayalah ngajari anak kecil itu susahnya bukan main (setidaknya bagiku dan bagi orang-orang yang tidak terbiasa dan tidak bisa se-"frekuensi" dengan anak-anak). guru-guru prasekolah seharusnya juga mendapat kesejahteraan yang baik. memang betul, materi yang mereka ajarkan itu remeh temeh di mata kita, hal itu semata-mata karena kita sudah melalui masa itu. tetapi, bukankah yang mereka ajarkan itu akan terus terpakai sampai kita mati. misalnya adalah pelajaran membaca dan menulis. sampai hari ini, puluhan tahun setelah tamat tk, kita masih bisa membaca dan menulis, bukan? lain halnya dengan pelajaran lain, bab integral parsial misalnya. satu semester kita mengusasai bab tersebut, uas bisa ngerjain. tapi sekarang? ada sih yang masih bisa, tapi kayaknya sih kebanyakan sudah lupa. saya gak yakin juga, kalau anak-anak kecil diajar oleh orang tua mereka sendiri untuk membaca, menulis, dan berhitung akan paham. karena (kembali lagi) gak semua orang itu bisa satu frekuensi dengan anak-anak, bahkan orang tua kepada anaknya sendiri.

terima kasih buat guru-guruku, dan buat ibuku yang waktu ku kecil dulu mengajariku membaca (btw saya bisa membaca & menulis sebelum masuk tk, diajari oleh ibuku sendiri).


rumah, ditulis tanggal 12/12, namun dijadwalkan untuk terbit tanggal 15/12/2020

tetap jaga kesehatan ya teman-teman.




No comments:

Post a Comment