Ilustrasi "Trolley Problem" (sumber) |
Ketika dihadapkan pada situasi serupa, manakah keputusan yang akan kita ambil? Kebanyakan akan menjawab menekan tombolnya, karena kalaupun harus jadi pembunuh hanya satu orang korbannya (alih-alih lima orang). Dan itu pula lah yang dilakukan oleh Georg Elser pada waktu Eropa barat sedang tegang-tegangnya atas ancaman invasi Jerman, Ketika seorang diktator Adolf Hitler berkuasa.
Pada 8 November 1939, bom waktu yang telah ditanam di Bürgerbräukeller —suatu tempat pertemuan, dimana Hitler biasa berpidato— meledak. Delapan orang terbunuh dalam kejadian itu. Tetapi, Hitler sebagai target utama telah meninggalkan lokasi tersebut 13 menit sebelum bom meledak. Hal itu membuatnya semakin jumawa, dan merasa bahwa ia memang orang yang "terpilih" dan dilindungi oleh "Dia Yang Di Atas Sana" atas segala tindakannya.
Buku BOMBING HITLER karangan Hellmut G. Haasis menceritakan Georg Elser dengan cukup detail. Kisah dibuka dengan detik-detik pengeboman (dan kegagalannya), dilanjutkan dengan flashback kisah hidup Georg dari masa kanak-kanaknya, hari-hari ia mengumpulkan segala peralatan dan bahan untuk pembuatan bom, hingga kematiannya di kamp kerja paksa Dachau.
***
Georg Elser adalah seorang tukang kayu dan ahli teknik yang moncer. Selama berbulan-bulan, ia merencanakan pengeboman terhadap Hitler karena alasan yang sederhana: bila sang diktator (dan para pengikut setianya) mati, maka lebih banyak orang di Jerman bahkan secara umum di Eropa akan terselamatkan. Dalam perenungan filosofis Trolley Problem, ia telah "menekan tombolnya."
Georg bukanlah seorang dengan pendidikan tinggi. Pendidikan formalnya hanya setara SD. Pada usia 14 tahun, ia lalu magang di pabrik besi. Tahun-tahun selanjutnya ia mulai berpindah-pindah tempat kerja, namun dengan bidang pekerjaan yang kurang-lebih sama: mebel. Ijazah dan berbagai pengalamannya menjadi buruh pabrik, menjadikannya seorang pengrajin dan ahli teknik yang cekatan. Ia telah berkecimpung cukup lama dalam industri jam, dan hal itu turut andil dalam memperkaya pengetahuan dan kemampuannya untuk membuat suatu mekanisme pengatur waktu pada bomnya.
Ia dibesarkan di keluarga miskin. Ayahnya adalah seorang pemabuk berat dan ibunya berpendidikan rendah. Tak jarang Georg mendapat pukulan atau perlakuan buruk lain darai ayahnya. Selain mabuk, ayah Georg adalah seorang pejudi yang sering kali dibodoh-bodohi oleh teman-temannya dalam perjudian. Sebagai tukang kayu berpenghasilan rendah, uangnya sering kali ia habiskan hanya untuk minum dan berjudi. Lama kelamaan aset mereka pun habis, tanah, bahkan rumah dijual oleh ayah Georg untuk memenuhi kebiasaan minumnya.
Sejak kecil, Georg telah menunjukkan minat dan bakat yang besar pada matematika dan menggambar. Hal itu yang mendorongnya untuk menjadi tukang kayu dan magang di satu pabrik mebel selepas lulus sekolah. Satu-satunya hal yang membuat bangga kedua orang tua Georg adalah kelulusannya dari pemagangan dengan nilai yang sangat baik.
Ia lalu diketahui bergaul dengan para simpatisan partai komunis. Dari sanalah "kemungkinan" ideologinya terbentuk. Ketika Gestapo menginterogasinya mengenai alasannya untuk (mencoba) membunuh Hitler, ia hanya menjawab bahwa keadaan Jerman semakin sulit dengan naiknya Nazi dan berkuasanya Hitler, sehingga dia pikir bila Hitler (dan para pejabat tinggi Nazi alias pengikut setianya) mati, maka keadaan Jerman akan menjadi lebih baik.
***
Selama beberapa bulan Georg mempersiapkan segalanya. Ia tahu bahwa Hitler akan datang pada tanggal 8 November 1939 sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Ia tahu betul di mana Hitler akan berorasi, dan memperkirakan bahwa pengikut setianya akan duduk tak jauh dari sang diktator. Sehingga bahan-bahan peledak diletakkan tak jauh dari situ, di dalam pilar dekat mimbar.
Ia mendapat bahan-bahan dan peralatan untuk membuat bom tersebut dari pekerjaan-pekerjaan yang dijalaninya. Dari satu perusahaan tempatnya bekerja, ia menguntit pemicu bom, di tempat lain ia mencuri bahan peledak, dan ia juga menyisihkan beberapa penghasilannya untuk membeli komponen-komponen lain, seperti mekanisme bom waktu. Untuk meminimalisir kecurigaan, ia membeli peralatan tersebut dari beberapa toko berbeda.
Untuk memuluskan rencananya, bahkan ia sampai keluar dari pekerjaan terakhirnya untuk melakukan pemasangan (instalasi) bomnya. Ia berkali-kali harus tidur di tempat pertemuan itu, mengakrabkan diri dengan anjing penjaga, dan mempelajari jam-jam ketika penjaga berpatroli keliling gedung pertemuan. Sebuah dedikasi yang sangat tinggi untuk mencegah perang besar.
Georg telah mempersiapkan rencana pelarian dirinya. Ke Swiss ia akan menuju. Bom telah ditanam, waktu ledakan diatur. Misi telah selesai, waktunya kabur ke Swiss dan memulai hidup baru, pikirnya.
Tak disangka, Hitler yang biasanya berpidato hingga larut malam, karena satu atau lain hal kali itu ia terburu-buru meninggalkan Bürgerbräukeller. Hitler, para pejabat penting, dan para ajudannya telah berada di kereta ketika bomnya meledak.
Georg yang telah sampai di perbatasan, tidak menyangka bahwa penjagaan di sana kini jadi makin ketat. Hanya beberapa meter ia menuju kebebasan di Swiss. Polisi perbatasan menjemputnya, dan menemukan alat pemicu...
... Georg Elser lalu ditangkap. Di sisi lain, ada berita bahwa telah terjadi teror di Munich.
***
Para interogator frustasi. Siapakah agen asing yang membayar Georg untuk misi pengeboman itu? Georg mengatakan, tidak ada. Semuanya ia lakukan atas inisiatifnya sendiri. Tentu saja para Gestapo tidak bisa menerima jawaban itu begitu saja. Terlalu kecil bagi seorang Georg Elser yang mencoba membunuh der Führer karena keinginannya pribadi. Ia dipindahkan dari satu sel ke sel lainnya, dari satu kota ke kota lain. Keluarga dan orang-orang terdekatnya pun ikut diinterogasi. Bahkan garis keturunannya (leluhur-leluhurnya) diteliti. Para pengikut Nazi kala itu percaya bahwa ada peranan gen dalam setiap kejahatan atau kebaikan yang kita perbuat... Genealogy.
Berbagai siksaan dan hukuman telah ia terima. Tapi, pada akhirnya para sipir dan interogator menyerah. Seberapa parahnya mereka menyiksa Georg, ia tidak mau mengaku bahwa ada pihak ketiga yang menyuruhnya mengeksekusi pengeboman di Bürgerbräukeller. Bahkan, ketika para Gestapo menyuruhnya melakukan reka ulang perakitan bom waktu, mereka terkesima. Bom rakitan Georg mereka katakan sebagai masterpiece. Seorang lulusan SD yang mendapat sedikit pendidikan non-formal di bidang teknik dan kerajinan, mampu membuat mekanisme yang demikian kompleksnya.
***
Pada hari-hari terakhir perang dunia kedua, ketika Jerman sudah mulai terdesak oleh sekutu, Georg dipindahkan ke kamp kerja paksa Dachau. Ia dicurigai bahkan oleh sesama tahanan, bahwa dia hanyalah konspirator NAZI. Seorang dari golongan mereka juga yang dibayar oleh para petinggi NAZI untuk tujuan propaganda. Selama ini, musuh NAZI (terutama yang terang-terangan) pasti akan langsung dieksekusi, tapi tidak dengan Georg Elser. Ia diistimewakan. Diberi tempat sel khusus dengan perlakuan khusus, makanan yang rutin, bahkan diberi rokok setiap harinya. Suatu kemewahan bagi para tahanan politis.
Beberapa tahun setelah perang, barulah dunia tahu jasanya yang besar sebagai resistance force selama perang dunia kedua. Berbagai teori konspirasi mengenai keterlibatannya sebagai "orang dalam" NAZI pun terbantahkan. Ia adalah pahlawan. Ia berusaha mencegah perang besar di Eropa (bahkan dunia) dengan merakit bom yang (direncanakan) dapat membunuh sang diktator Nazi Jerman dan para kroninya. Georg Elser, dengan logika sederhananya, menekan tombol dalam The Trolley Problem. Walaupun pada akhirnya usahanya tidak berhasil, hanya karena selisih 13 menit.
Tiga belas menit yang bisa jadi mengubah dunia, mungkin hingga hari ini, hari ketika tulisan ini diketik, atau ketika Anda membacanya.
No comments:
Post a Comment