Sunday, 17 April 2022

Pertama kali: tes swab PCR


"There is a first time for everything."

Ada banyak hal yang baru bagi kita, termasuk tes swab PCR. Kira-kira setahun yang lalu, saya melakukan tes swab PCR untuk pertama kalinya sebagai syarat masuk kantor di Kawasan Nuklir Serpong. Waktu itu biayanya masih mahal banget, yaitu 900 ribu per tes, dan hasilnya baru didapat H+1 alias esok harinya.

Setelah dinyatakan lolos pada seleksi CPNS BATAN 2019, saya mulai berangkat ke Serpong hari Jumat, 25 Desember 2020. Iya, seleksi CPNS edisi 2019 sepertinya merupakan seleksi CPNS dengan proses paling panjang, karena pandemi COVID-19 tiba-tiba hadir di tengah jalan. Instruksi dari kantor adalah untuk isolasi mandiri dulu selama satu minggu di tempat tinggal di Serpong, lalu melakukan swab PCR di hari ke-tujuhnya. Saya hadir di Serpong tepat saat hari Natal 2020, sehingga hari ke-tujuh tepat jatuh pada tahun baru 2021.

Karena belum ada sepeda motor di Serpong, saya ke kos seorang teman tuk meminjam motornya. Jarak dari kos ke Tirta Medical Center lumayan jauh, sekitar 10 km. Saya dan beberapa teman (yang juga CPNS baru) berangkat pagi sekali. Jalanan masih sepi, selain karena masih pagi, ini juga tahun baru. Tidak ada yang berangkat kerja di tahun baru.

Tiba di Tirta, saya dapat urutan awal, kalau tidak salah ke-3 atau 4. Setelah menambil nomer antrian, kami dimintai KTP (atau fotokopinya) dan mengisi form pendaftaran. Petugasnya belum datang, jadi harus menunggu beberapa saat lagi. Waktu itu disediakan kursi-kursi di luar klinik, sebagai ruang tunggu sementara.

Setelah petugas datang, kami mulai masuk ke klinik. Satu-per-satu dipanggil sesuai urutan untuk dicolok alat tesnya. Lalu akhirnya tiba lah giliranku. Lumayan deg-degan juga ternyata. Apakah akan terasa sakit, pikirku.

Saya dibimbing tuk masuk ke sebuah bilik, identitas saya dikonfirmasi ulang (nama dan umur), lalu saya disuruh melepas masker.

"Ndangak, pak. Tahan napas." Instruksi petugas.

Hmmm, rasanya sangat tidak nyaman. Nyeri. Setelah lubang hidung kanan yang diusap (swab artinya mengusap) dengan alat tesnya, lalu yang kiri, terakhir ke dalam tenggorokan (melalui mulut). Jadi terasa ingin bersin-bersin.

Tes swab telah selesai, saya disuruh pakai lagi maskernya dan keluar dari bilik. Sebelum ke lobi tuk melakukan pembayaran, saya disemprot-semprot dengan cairan disinfektan oleh petugas. Sepertinya cairan alkohol.

Di lobi saya masih menunggu lagi giliran tuk membayar. Hari itu memang agak rame sih, untungnya saya datang pagi sekali. Setelah menunggu sekian menit, saya dipanggil tuk membayar. Ini bagian yang lebih nyeri dibandingkan tesnya itu sendiri.

"Sembilan ratus ribu rupiah. Mau transfer atau cash?"
"Tunai saja, mbak."
"Maaf pak, transfer atau cash?"
"Cash, mbak." — padahal maksudnya ya sama saja, tapi oke lah.

Setelah membayar (dengan agak berat hati), lalu saya diberi tahu bahwa hasilnya akan dikirimkan besok via WA. Dan singkat cerita, negatif. Alhamdulillah.

***

Itu tadi adalah pengalaman pertamaku menjalani tes swab PCR. Karena baru pertama ya rasa nyeri dan perihnya lumayan mengganggu, apalagi pas bayarnya. Setelah tes itu, entah sudah berapa kali saya menjalani swab-swab yang lain, walaupun kebanyakan hanya tes swab antigen. Beberapa kali juga hasilnya terus negatif. Sampai suatu saat, waktu tes swab antigen tanggal 4 Maret 2022 silam,  untuk pertama kalinya (semoga juga tuk yang terakhir kalinya) saya kena COVID-19 dengan gejala ringan: demam menggigil, radang tenggorokan, dan batuk. Tapi itu untuk cerita di lain waktu saja.


Tangerang, 17 April 2022
Tetap sehat, tetap semangat.




No comments:

Post a Comment