Kemarin, bertepatan dengan 3.14 alias Hari Matematika Internasional (yang entah ada kaitannya atau tidak) saya menonton Suzume no Tojimari (atau biasa disebut Suzume saja). Film Makoto Shinkai tersebut sudah tayang di Jepang sejak tahun lalu, namun baru hadir di bioskop tanah air tanggal 8 Maret 2023 kemarin. Setelah sekian lama berselang dari film Shinkai terakhir (Weathering with You, 2019), kita disuguhi lagi dengan visual yang ciamik dan ide cerita yang agak nyeleneh sebagaimana film Shinkai lainnya.
Plot
Suzume Iwato adalah seorang siswi SMA berusia 16 tahun yang kehilangan ibunya saat balita akibat bencana tsunami. Setelah kehilangan ibunya, ia kemudian tinggal bersama bibinya, Tamaki. Suatu hari saat akan berangkat sekolah, "takdir" mempertemukannya dengan Souta Munakata. Suzume memanggil Souta "Ikemen-san" (Mr. Handsome). Saat berpapasan, Souta menanyakan apakah ada bekas reruntuhan di area itu, dan Suzume menunjukkan tempat bekas tanah longsor.
Sambil berangkat sekolah, Suzume memikirkan untuk apa "Ikemen-san" mencari bekas reruntuhan bangunan. Singkat cerita saat tiba di kelas, dan entah mengapa atau bagaimana, ia dapat melihat sosok Namazu beberapa saat sebelum notifikasi bencana gempa bumi di area tersebut. Dalam film Suzume, Namazu berwujud seperti cacing raksasa yang "keluar" dari sebuah portal yang berupa pintu dari bangunan terbengkalai. "Cacing" tersebut akan keluar dan melayang-layang ke atas langit hingga ketinggian tertentu dan setelah menjatuhkan dirinya akan menyebabkan gempa bumi.
Suzume yang melihat Namazu lantas teringat dengan Ikemen-san dan segera meninggalkan ruang kelasnya, menuju bekas reruntuhan. Ia terhenti sejenak saat melihat sebuah pintu putih yang berdiri di atas genangan air. Dengan ragu, ia melangkah mendekati pintu putih itu dan mcncoba membukanya. Tak disangka, ia melihat sebuah patung batu berbentuk kucing yang menjelma menjadi kucing sungguhan dan berlari melesat menjauhi pintu putih itu dan Suzume. Kucing itu bernama Daijin, dan merupakan satu tokoh sentral juga di dalam film ini.
Setelah Daijin melesat jauh, perhatian Suzume kembali ke pintu putih dan tergoda untuk membukanya. Ia melihat pemandangan seperti di dalam mimpi, dengan rumput hijau dan kemerlap bintang di langitnya. Suzume tergoda untuk masuk ke negeri mimpi itu (yang disebut "Ever-after"). Ikemen-san pun segera menghentikan Suzume dan segera menutup kembali pintu putih di genangan air itu. Rupanya, pintu putih itu adalah penyebab cacing Namazu keluar dari "dimensi lain" dan menyebabkan gempa bumi.
Ternyata, Souta adalah seorang "spesialis" pengunci pintu gerbang "dimensi Namazu". Sebuah "pekerjaan" yang tidak ada gajinya, bahkan tidak ada satu orang pun yang tahu jasanya yang begitu besar untuk mencegah bencana gempa bumi di wilayah Jepang. Suzume lalu menyadari mengapa Souta bertanya di mana bekas reruntuhan terdekat, karena dari sanalah pintu gerbang "Ever-after" yang menjadi portal Namazu untuk keluar ke dunia nyata terbuka.
Suzume lalu mengajak Souta ke rumahnya, memberi minum dan menyembuhkan luka akibat reruntuhan bangunan dan gempa yang sempat melanda akibat keterlambatannya menutup portal Namazu. Ia duduk di kursi kecil berkaki tiga milik Suzume sambil tergopoh-gopoh karena saking kecilnya dan tidak seimbang.
Tiba-tiba Daijin muncul entah dari mana, dan Suzume memberinya makan-minum. Suzume terkejut ketika mengetahui Daijin bisa berbicara layaknya manusia! Daijin yang melihat Souta duduk di kursi kecil berkaki tiga itu lalu "mengutuk" Souta. Tubuhnya menghilang, atau lebih tepatnya menyatu dengan kursi!
Dari situ kemudian petualangan penuh aksi dengan musik soundtrack yang memanjakan telinga pun dimulai. Daijin rupanya adalah sebuah batu kunci (keystone) untuk menutup "Dimensi Namazu" di Ever-after yang sekarang berkeliaran di Jepang. Suzume mengejar Daijin dari satu kota ke kota lainnya sambil membawa Souta (yang telah berwujud kursi berkaki tiga itu) ke mana-mana. Mereka berkeliling seluruh Jepang untuk mencari pintu-pintu Namazu dan menguncinya sebelum Daijin mengacau. Dengan lelucon-lelucon segar (terutama tentang kursi berkaki tiga yang bisa berjalan sendiri), aksi mereka menjadi tidak terlalu kaku namun tetap seru untuk diikuti.
Simbolisme dan mitologi
Makoto Shinkai telah membuat film dengan simbolisme budaya timur yang dipadukan dengan mitologi Jepang sejak film Your Name (2015). Dalam Your Name, Shinkai mengisahkan mitos Kataware Doki, yaitu waktu ketika hari yang "bukan siang, bukan pula malam". Suatu keadaan ketika matahari sudah hilang dari cakrawala, namun cahayanya masih menenrangi birunya langit. Kataware doki adalah ketika waktu menyatu, masa lalu dan masa depan, namun hanya berlangsung dalam hitungan menit. Your Name menampilkan banyak simbolisme untuk waktu seperti untaian tali (kumihimo), kuchikamizake, kuil kuno yang terletak di gua, dan berbagai macam simbol lain. Dalam mengemas mitos Kataware Doki itu, Shinkai menceritakan romansa dua orang remaja Taki Tachibana yang tinggal di kota metropolis Tokyo dan Mitsuha Miyamizu yang tinggal di sebuah kota terpencil Itomori, dengan kehidupannya yang lambat, "kereta yang hanya muncul 2 jam sekali, tidak ada kafe, sulit mencari kerja." sebagaimana Mitsuha mendeskripsikan tempat tinggalnya sendiri. Di suatu hari, tanpa tahu sebabnya, tubuh mereka berdua tertukar. Mereka sempat terpisah, sampai akhirnya dipertemukan kembali saat Kataware Doki, jembatan yang menghubungkan seluruh cerita Your Name ini.
Mitologi Jepang lain juga ditampilkan oleh Shinkai dalam film Weathering with You (2019). Lagi-lagi, Shinkai menceritakan romansa dua orang anak remaja, Hodaka dan Hina. Hodaka adalah anak laki-laki yang kabur dari rumah orang tuanya dan mencoba peruntungan untuk bekerja di Tokyo meskipun usianya belum memenuhi persyaratan. Hodaka berkeliling Tokyo dengan uang seadanya yang dibawanya dari rumah, dan sempat merasa putus asa. Hujan di kota Tokyo semakin memperparah rasa pilunya. Namun, tanpa disengaja ia bertemu dengan Hina, seorang gadis yang ternyata mempunyai kekuatan supranatural untuk menghentikan hujan dan membuat cuaca cerah! Mereka berdua, dibantu adik Hina lalu membuat selebaran dan promosi di berbagai media tentang kekuatan supranatural tersebut. Mereka membuka usaha pengendalian cuaca. Well, ulasan selengkapnya telah saya tuliskan di sini. Kalau Your Name mengawinkan antara kisah percintaan remaja dengan mitos Kataware Doki, Weathering with You ini memadukan romansa remaja dengan mitos Hare Onna (晴れ女) alias gadis cuaca cerah dengan Ame Otoko (雨男) atau lelaki kardus hujan.
Bandingkan dengan Suzume...
Lagi-lagi, Suzume menggunakan formulasi itu. Kisah percintaan remaja + mitologi Jepang ditambah dengan bumbu visual Shinkai yang ciamik, dan lagi-lagi dengan RADWIMPS sebagai pengisi soundtrack filmnnya. Namun demikian, tetap saja Suzume menjadi satu film yang ditunggu-tunggu. Ketika saya pertama kali menonton trailernya, saya sudah jatuh cinta dengan visualnya. Sudah terbayang akan seperti apa filmnya nanti, dan benar saja. Namun, saya tidak menaruh ekspektasi apa-apa sebelum menonton. Belajar dari pengalaman menonton Weathering with You ketika saya masih di Surabaya dulu, saya sudah menaruh sejumput ekspektasi bahwa film itu akan menjadi seperti Your Name (dalam beberapa aspek, betul). tetapi ternyata tidak seperti itu. Weathering with You tidaklah jelek, ekspektasi saya yang terlalu tinggi sehingga menilainya tidak sebagus Your Name. Namun, untuk Suzume ini, dengan ekspektasi yang sudah serendah mungkin sebelum memasuki ruangan teater, justru saya merasa sangat menikmati setiap detiknya. Teknik penceritaan yang lumayan unorthodox, pembawaan mitologi yang tidak membosankan, visual yang ciamik, dan tentu saja musik sountrack yang memanjakan telinga.
Bogor, 14 Maret 2023
No comments:
Post a Comment